Emas sebagai alat tukar
Jika kita berbicara mengenai emas, maka yang terbayang adalah benda
kuning yang bersinar, bahan baku utama perhiasan wanita. Padahal emas, tidak
seperti logam lainnya, mempunyai sejarah dan tempat khusus dalam peradaban
manusia. Selama berabad-abad emas dianggap sebagai logam paling berharga
berdampingan dengan perak. Banyak kebudayaan menyatakan emas sebagai simbol
kerajaan dan kebangsawanan. Secara instingtif manusia telah menyadari tingginya
nilai emas bahkan sebelum emas mengambil peran sebagai alat tukar. Warnanya
yang terang, tingkat kelangkaan yang
tinggi namun mudah ditempa, telah menjadikan emas bahan baku favorit pengrajin
perhiasan kerajaan. Penemuan koin emas pada situs penggalian Kuil Artemis di
Epheseus menandakan bahwa pada awalnya emas dipergunakan sebagai simbol ritual
dan status kerajaan. Koin emas ini tidak mempunyai tulisan atau
"legenda" sehingga para ahli menduga koin-koin ini dicetak sebagai
lambang kerajaan atau simbol pembesar negeri ketimbang sebagai alat pertukaran.
Ada banyak teori seputar bangsa yang pertama mencetak koin emas. Tetapi
terobosan terpenting dilakukan oleh bangsa Lydia. Bangsa Lydia mencetak
koin-koin emas dengan standarisasi kadar emas yakni campuran 63% emas dan 27%
perak, yang kemudian dikenal sebagai electrum. Standar kadar emas
inilah yang memastikan koin emas bangsa Lydia diterima secara luas dan memicu
digunakannya emas sebagai alat tukar. Sistem standarisasi kadar emas kemudian diikuti
oleh banyak bangsa. Dibawah pengawasan pemerintah, organisasi-organisasi individu
mulai mencetak koin emas dengan kadar yang telah ditetapkan oleh penguasa setempat.
Bangsa-bangsa seperti Yunani mulai mencetak koin emas dan menggunakannya sebagai
alat tukar dalam perdagangan dengan bangsa lain. Diikuti oleh bangsa Roma yang
mencetak koin emas dengan berat 7 gram yang dikenal dengan nama aureus.
Satu aureus sama dengan 25 dInar - koin perak - dan kemudian melahirkan sistem
kurs. Bangsa Persia adalah bangsa pertama yang mencetak dirham dan
dinar. Satu dirham mempunyai berat satu mithqal (4.25gr).
Sistem inilah yang kemudian diadopsi oleh bangsa-bangsa Timur Tengah
seperti Arab Saudi, Afrika Utara dan Persia. Standarisasi kadar emas dinar
(4.25gr - 22karat) dimulai pada pemerintahan Khalifa Abdul bin Malik, dari
dinasti Umayyad. Hingga hari ini, standar kadar emas dirham tidak berubah dan
sudah dibakukan oleh WITO (World Islamic Trade Organization). Berbeda dengan
berbagai jenis koin emas lainnya, saat ini dinar dan dirham masih digunakan
secara luas oleh negara-negara Timur Tengah (seperti negara Arab Saudi) dan
sebagian negara Afrika Utara. Tetapi baru pada tahun 1284 saat negara Venesia
mencetak ducat (koin emas pertama Venesia) sistem emas sebagai
alat tukar di adopsi oleh negara-negara Eropa lainnya. Lahirlah sistem mata
uang berbasiskan koin emas. Masing-masing dengan standar kadar emas yang berbeda.
Contohnya kerajaan Inggris memperkenalkan mata uang guinea.
Melalui penggunaan koin emas inilah, bangsa Eropa pada abad pertengahan
menikmati kemajuan perdagangan. Kesulitan menentukan nilai satu komoditas
seperti pada saat sistem perdagangan barter hilang dengan sendirinya. Para
pedagang mulai berdagang hingga negeri jauh seperti Cina melalui sistem koin
emas sebagai alat pembayaran. Pada tahun 1750-1870 telah terjadi kelangkaan
perak dibanyak negara Eropa. Ini disebabkan karena perang dan perdagangan dengan
bangsa Cina. Bangsa Eropa lebih banyak membeli komoditas dari bangsa Cina namun
tidak sebaliknya. Selain itu bangsa Eropa terlibat perang satu sama lain yang
banyak menghabiskan cadangan emas dan perak guna membiayai angkatan bersenjata.
Pada masa inilah koin-koin yang dicetak baik emas maupun perak semakin kecil
dengan berat yang semakin ringan. Sebagai contoh, pada awal kemunculannya, 1
guinea mempunyai standar berat 8.4 gr - 8.5g tetapi pada tahun 1680 diturunkan
menjadi 8.3gr - 8.4gr. Walaupun demikian nilai emasnya terus menerus naik, dari
22 shilling per 1 guinea hingga mencapai angka tertinggi yakni 30 shilling per
1 guinea. Kondisi kelangkaan perak yang kemudian disusul dengan kelangkaan emas
inilah yang kemudian mendorong bangsa Eropa mengadopsi sistem uang kertas Amerika
yang dulu dikenal dengan nama Demand Note. Setelah perang dunia I
semakin banyak negara-negara mengadopsi sistem uang kertas dan logam, yang
menandai berakhirnya koin emas sebagai alat pertukaran resmi. Saat ini hanya
sedikit negara saja yang masih bertahan menggunakan mata uang emas.
Emas dalam Perhiasan dan Industri
Selama berabad-abad banyak kebudayaan di seluruh dunia mengakui dua
hal tentang emas, daya tarik dan nilainya yang tinggi. Dari peradaban Mesir
hingga bangsa Aztec, dari peradaban Mesopotamia hingga kerajaan-kerajaan di
Arab dan Asia semua setuju dengan kekuatan dan pesona emas. Para pengrajin
telah lama mengetahui bahwa emas adalah logam yang mudah ditempa namun mampu
mempertahankan bentuknya dalam waktu yang sangat lama. Emas juga merupakan
satu-satunya logam yang tidak akan beroksidasi dalam suhu ruangan,
menjadikannya logam yang tidak akan pernah berkarat. Tidak seperti berhentinya
penggunaan emas
sebagai alat tukar resmi, tidak ada logam lain yang mampu menggantikan
posisi emas sebagai bahan baku perhiasaan. Hingga saat ini perhiasaan yang
terbuat dari emas masih dianggap terbaik dan mampu menunjukkan status sosial penggunanya.
Ada ratusan tradisi yang melibatkan emas, tetap dipertahankan hingga saat ini.
Sebagai contoh tradisi memberikan cincin kawin yang terbuat dari emas
setidaknya telah berlangsung selama 900 tahun. Proses pengolahan emas dari manual
telah digantikan kecanggihan teknologi mesin. Bentuk perhiasan yang sederhana
telah digantikan rancangan rumit desainer, tetapi bahan bakunya tetap sama
yakni emas. Emas juga dikenal akan sifat elastisitasnya yang luar biasa. Tidak
ada logam lain yang mampu menandingi daya daktilitas emas. Satu butir emas berukuran
5mm mampu di tempa menjadi lembaran tipis emas berukuran 0.5m persegi atau
ditarik hingga membentuk kawat emas sepanjang 50cm. Kedua sifat inilah yang
menjadikan emas banyak digunakan sebagai ornamen istana dan tempat tinggal
bangsawan. Dijaman modern, emas telah menemukan peranan baru dalam berbagai
bidang industri dan kedokteran. Emas banyak digunakan sebagai pelapis barang-barang
industri karena sifatnya sebagai konduktor dan permukaannya mampu merefleksikan
sinar infra merah. Mulai dari industri telekomunikasi sampai program luar
angkasa menemukan manfaat dari emas sebagai satusatunya logam yang tidak dapat
berkarat. Belum lagi dalam bidang kedokteran. Melalui serangkaian penelitian,
para ahli telah membuktikan bahwa emas mampu melawan sifat korosif dari
bakteri, menjadikannya ideal sebagai bahan dasar implan telinga. Emas juga
mulai digunakan pada sejumlah pengobatan experemental melawan kanker prostat.
Emas Sebagai Sarana Investasi
Berinvestasi dalam bentuk emas telah dilakukan orang selama berabad-abad.
Para raja dan bangsawan pada mulanya menyimpan emas sebagai simbol kekuasaan.
Tetapi kebanyakan dari mereka hanya menggunakan emas untuk keperluan upacara
dan bahan baku perhiasan. Kemudian mereka menyadari bahwa emas bersama perak
adalah dua jenis komoditi yang akan diterima secara luas oleh berbagai bangsa.
Gandum atau jagung belum tentu dapat membeli kuda dan perlengkapan perang.
Tetapi emas selalu dapat ditukarkan dengan komoditas lain. Dimulailah
pengiriman tentara ke negeri-negeri jauh dengan harapan akan menemukan sumber
emas baru. Emas yang didapat kemudian dipergunakan untuk membiayai angkatan
perang dan memperluas wilayah Perlahan namun pasti semakin banyak orang
memperoleh akses kepemilikan emas. Melalui perdagangan misalnya. Pada saat emas
dinyatakan sebagai alat pembayaran yang sah, secara otomatis setiap barang yang
diperjualbelikan melibatkan koin emas. Sebagian orang tidak serta merta
membelanjakan koin emas mereka untuk komoditas lainnya. Mereka mencukupi
kebutuhan mereka melalui pertanian dan peternakan swadaya, serta menyimpan
koin-koin emas. Praktek seperti ini lazim dilakukan oleh pedagang-pedagang asal
Venisia. Bertahun-tahun kemudian saat emas tidak lagi digunakan sebagai alat
tukar resmi, keluarga-keluarga ini melebur koin emas dan merubahnya menjadi
emas batangan, mendapati bahwa nilai emas sudah naik jauh melampaui nilai yang
tertera pada keping koin emas. Dari merekalah lahir istilah "emas keluarga
tua". Inilah yang kelak melandasi pemikiran bahwa emas juga bisa menjadi sarana
investasi yang tidak berbeda dengan lahan dan properti, bahkan lebih baik.
Keluarga-keluarga tua ini menyadari melalui pengalaman, nilai emas tidak
pernah turun. Alasan mengapa harga emas tidak pernah turun akan
dijelaskan secara terperinci pada bab-bab selanjutnya. Ada sejumlah keyakinan
bahwa resesi ekonomi yang baru-baru saja menghantam Amerika, tidak mempengaruhi
kondisi keuangan keluarga-keluarga ini. Mengapa? Karena mereka menyimpan
sebagian besar kekayaan mereka dalam bentuk emas, sarana yang kian hari
terbukti sebagai bentuk investasi terbaik.